Jumat, 20 Juni 2014

Laporan Praktikum Ekologi Tanaman

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOLOGI TANAMAN

 

Di kawasan pantai Pangandaran, 3 Mei 2014.


Nah, ini nih hasilnya pas pulang dari Pangandaran, kita wajib bikin laporan praktikum...



I.         PENDAHULUAN

A.      Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari keragaman dan distribusi agroekosistem pada wilayah yang berbeda dengan berbagai sistem budidaya pertanian di sekitar pantai Pangandaran.

B.       Landasan Teori
Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Erner Haeckel, seorang ahli biologi bangsa Jerman, pada tahun 1869. Ekologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal dan logos  yang berarti ilmu/telaah. Oleh karena itu ekologi berarti ilmu tentang rumah (tempat tinggal) makhluk hidup. Secara lebih spesifik Haeckbel mendefinisikan ekologi sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan biotik dan abiotiknya (Leksono, 2007).
Ekologi ialah kajian mengenai interaksi timbal balik jasad individu, di antara dan di dalalam populasi yang sama, atau di antara komunitas populasi yang berbeda-beda, dan berbagai faktor nir-hidup (abiotik) yang banyak jumlahnya yang merupakan lingkungan yang efektif tempat hidup jasad, populasi atau kominitas itu. Lingkungan efektif itu sendiri mencakup kesemrawutan pada antaraksi antara jasad hidup itu sendiri (Ewusie, 1990).
Ekologi mempunyai banyak penerapan bermanfaat yang ditujukan kepada pemeliharaan biosfer yang lebih sehat dan lebih produktif bagi kehidupan manusia dan jasad hidup lainnya. Di antara manfaat yang tidak kecil artinya pada kaji ekologi adalah berbagai asas yang disediakan olehnya untuk pemakaian sumberdaya alam secara bijaksana, yang sering disebut sebagai pelestarian (Ewusie, 1990)
Suatu konsep sentral dalam ekologi adalah ekosistem (sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya). Oleh karena itu, ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan yang saling mempengaruhi. Berdasarkan pengertian tersebut, suatu sistem terdiri atas komponen-komponen yang bekerja secara teratur sebagai suatu kesatuan. Dua komponen penyusun ekosistem adalah komponen hidup (biotik) dan komponen tak hidup(abiotik) yang berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur (Leksono, 2007).
Apabila kita hanya melihat fungsinya, suatu ekosistem terdiri atas dua komponen (Riberu, 2002):
a)      Komponen autotrofik: organisme yang mampu menyediakan atau mensintesis makanannya sendiri berupa bahan organik dan bahan-bahan anorganik dengan bantuan energi matahari atau klorofil. Oleh karena itu semua organisme yang mengandung klorofil disebut organisme autotrofik.
b)      Komponen heterotrofik: organisme yang mampu memanfaatkan bahan-bahan organik sebagai bahan makanannya. Bahan makanan itu disintesis dan disediakan oleh organisme lain.
Apabila dilihat dari segi penyusunannya, maka dapat dibedakan menjadi empat komponen yaitu (Riberu, 2002):
a.    Bahan tak hidup (abiotik, non hayati): komponen fisik dan kimia, misalnya: tanah, air, matahari, dan lain-lain. Komponen ini merupakan medium (substrat) untuk berlangsungnya kehidupan.
b.    Produsen: organisme autotrofik (tumbuhan hijau)
c.    Konsumen: organisme heterotrofik, misalnya: manusia, hewan yang makan organisme lainnya.
d.   Pengurai (perombak atau dekomposer): organisme heterotrofik yang mengurai bahan organik yang berasal dari organisme mati.
Keanekaragaman jenis seringkali disebut heterogenitas, yaitu karakteristik unik dari komunitas suatu organisasi biologi dan merupakan gambaran struktur dari komunitas (Sitompul, 1996).
Komunitas secara dramatis berbeda-beda dalam kekayaan spesiesnya (species richness), jumlah spesies yang mereka miliki. Mereka juga berbeda dalam hubungannya dalam kelimpahan relatif (relative abundance) spesies. (Campbell, 2004)
Komunitas yang mempunyai keanekaragaman tinggi lebih stabil dibandingkan dengan komunitas yang memiliki keanekaaragaman jenis rendah.  Analisa vegetasi adalah salah satu cara untuk mempelajari tentang susunan (komposisi) jenis dan bentuk struktur vegetasi (masyarakat tumbuhan). Analisi vegetasi dibagi atas tiga metode yaitu: (Soerianegara, 1988).
1.    Minimal area,
2.    Metode kuadrat dan,
3.    Metode jalur atau transek.
Salah satu metode dalam analisa vegetasi tumbuhan yaitu dengan menggunakan metode transek. Untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya paling baik dilakukan dengan transek. Menurut Oosting (1956), transek merupakan garis sampling yang ditarik menyilang pada sebuah bentukkan atau beberapa bentukan. Transek juga dapat dipakai dalam studialtituide dan mengetahui perubahan komunitas yang ada.
Salah satu cara suatu komunitas berinteraksi adalah dengan peristiwa makan dan dimakan sehingga terjadi pemindahan energi, elemen kimia dan komponen lain di sepanjang rantai makanan. Rantai makanan adalah perpindahan energi dari sumbernya dalam tumbuhan ke organisme tingkat trofik di atasnya melalui peristiwa makan dan dimakan (Khrohne, 2001). Semua rantai makanan dimulai dari organisme autrotof. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Elton (1927). Ide ini dimunculkan untuk menekankan pentingnya makanan bagi organisme dan menganalisis konsekuensinya.
Pada kenyataannya, di alam rantai-rantai makanan yang ada bergabung membentuk jaring-jaring makanan. Beberapa spesies memakan mangsa pada berbagai tingkatan trofik sehingga akan terbentuk jalur aliran energi yang berganda. Rantai makanan berinteraksi membentuk jaring-jaring makanan. Suatu ekosistem yang ssederhana seperti kolam memiliki hubungan trofik yang kompleks. Sistem tersebut terkadang sulit untuk mengkaji interaksi antara jenis pemangsa dan mangsa (Leksono, 2007).
Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut dan daerah pasang surut. Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut. Organisme yang hidup di pantai memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat erat di substrat keras (Leksono, 2007).
Daerah pesisir merupakan habitat yang menghidupi beberapa tanaman yang bernilai ekonomi seperti kelapa. Pasirnya merupakan bahan yang sangat berharga di beberapa negara untuk pembuatan batu bata semen untuk keperluan bangunan. Pasir itu juga merupakan bahan penggosok yang berguna untukberbagai macam bahan. Sifat vegetasi seperti yang diuraikan di atas menunjukan bahwa vegetasi itu sangat membantu mencegah penyusupan laut ke daratan (Ewusie, 1990).




II.      METODE PRAKTIKUM

A.                Analisis vegetasi
1.        Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum analisis vegetasi antara lain kertas plano, spidol, spidol warna/krayon, pulpen, penggaris, pensil, kamera dan buku catatan. Sedangkan bahan yang digunakan adalah ekosistem yang akan dianalisis vegetasinya.
2.        Prosedur Kerja
a.     Praktikan mempersiapkan alat-alat yang diperlukan dalam praktikum.
b.    Praktikan menuju wilayah yang sudah ditentukan sebelumnya berdasarkan kelompok masing-masing.
c.     Mulai mengamati keadaan vegetasi di lahan pertanian sekitar pantai Pangandaran, tanaman apa yang paling dominan, berapa luas lahan untuk masing-masing tanaman, bagaimana distribusi tanaman tersebut dan bagaimana sistem pertanian yang diterapkan.
d.    Mengambil gambar tanaman yang sekiranya diperlukan.
e.     Praktikan mulai menggambar transek vegetasi yang sudah diamati.

B.       Jaring Pangan
1.        Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang dibutuhkan yaitu kertas karton, spidol, pensil dan kamera.
2.        Prosedur Kerja
a.       Praktikan menuju tempat yang sudah ditentukan untuk mulai melakukan pengamatan.
b.      Mengamati berbagai rantai makanan yang terdapat di daerah tersebut.
c.       Kamera digunakan untuk mengambil gambar organisme yang terdapat di lokasi.
d.      Praktikan menggambar jaring pangan pada selembar kertas karton.

C.      Wawancara dengan Petani
1.        Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan dalam praktikum wawancara dengan petani yaitu alat tulis dan buku catatan.
2.        Prosedur Kerja
a.       Praktikan menemui petani atau pemilik lahan pertanian yang sudah ditentukan
b.      Praktikan mencari tahu informasi seputar sistem pertanian, pola tanam, kendala dalam bercocok tanam dan lainnya.
c.       Hasil wawancara ditulis dalam buku catatan.


      
III.        HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh dalam praktikum ekologi tanaman yang telah kami laksanakan di desa Wonoharjo, Parigi, Pangandaran tanggal 3 Mei 2014 lalu ini (hasil terlampir) dibagi ke dalam 3 bagian, yaitu: transek vegetasi sekitar Pantai Pangandaran, jejaring pangan dan hasil wawancara dengan petani setempat.
Pembahasan praktikum ini juga terbagi dalam 3 bahasan utama, yaitu: transek vegetasi, jaring pangan dan hasil wawancara dengan petani setempat.
a.         Analisis Vegetasi
Salah satu metode dalam analisa vegetasi tumbuhan yaitu dengan menggunakan metode transek. Untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya paling baik dilakukan dengan transek.Cara ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi dan elevasi.
Oosting (1956), menyatakan bahwa transek merupakan garis sampling yang ditarik menyilang pada sebuah bentukkan atau beberapa bentukan. Transek juga dapat dipakai dalam studialtituide dan mengetahui perubahan komunitas yang ada.
Pengamatan dilakukan dengan berbagai macam parameter. Parameter yang digunakan mencakup aspek topografi wilayah, pola budidaya, keadaan cuaca serta keadaan tanah. Parameter tersebut dianggap mewakili keadaan keseluruhan dari ekosistem dan komunitas wilayah tersebut. 
Analisis vegetasi yang dilakukan di desa ini dibagi ke dalam 6 titik berbeda dengan faktor-faktor lingkungan yang berbeda pula.
Pada pagi hari itu, keadaan cuaca sekitar desa Wonoharjo sedang cerah. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh praktikan kelompok 4, diperoleh data ketinggian tempat 0-5 mdpl, intensitas cahaya matahari sebesar 571 lux, suhu udara sekitar 31oC, kelembaban udara 70 % dan pH tanah 6,8.
Lahan yang kami amati, keseluruhan bagiannya digunakan sebagai ladang pertanian, dengan tanaman utama berupa kelapa yang ditumpangsarikan dengan berbagai jenis tanaman lain. Tanaman yang terdapat dalam lahan pertanian ini berjumlah 12 jenis, yaitu: kelapa, bengkuang, rumput gajah, ketela pohon, jagung, pisang, kacang tanah, talas, kedondong, mangga, nanas dan mahoni. Dari keduabelas tanaman tersebut, tanaman jagung dan kacang tanah yang paling besar jumlahnya.
Dalam bukunya yang berjudul Bertanam Kelapa, Djoehana Setyamidjaja (1984), mengatakan bahwa pertumbuhan kelapa di daerah pantai umumya baik meskipun curah hujannya lebih rendah daripada batas minimum. Hal ini disebabkan karena pada daerah itu, di bawah permukaan tanah terdapat air yang cukup, berasal dari daerah yang letaknya jauh dari pantai. Pada daerah demikian, adanya dan banyaknya air tanah merupakan faktor yang lebih menentukan daripada ukuran curah hujan.
Sehingga tidak heran jika di kawasan sekitar pantai Pangandaran ini banyak terdapat tanaman kelapa yang dibudidayakan. Selain diambil buah dan daunnya, tanaman kelapa di daerah ini juga diambil air niranya untuk diolah menjadi gula kelapa.
Tanaman yang banyak dibudidayakan di desa ini selain kelapa yaitu jagung dan kacang tanah.
Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah-daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub tropis/tropis yang basah. Di daerah tropis juga banyak ditanam jagung. Jagung dapat tumbuh di darah yang terletak antara 0o – 50o Lintang Utara hingga 0o – 40o Lintang selatan (Aak, 1993).
Temperatur yang dikehendaki tanaman jagung antara 21oC hingga 30oC. Akan tetapi temperatur optimum adalah antara 23o sampai dengan 27oC. Hal ini tidak menjadi problem yang berarti bagi areal pertanaman jagung di Indonesia (Aak, 1993).
Menurut dinas pertanian dan kehutanan Kabupaten Bantul, tanaman Kacang Tanah cocok ditanam didataran rendah yang berketinggian dibawah 500 m diatas permukaan laut. lklim yang dibutuhkan tanaman Kacang Tanah adalah bersuhu tinggi antara 25°C - 32°C, sedikit lembab ( rH 65 % - 75 % ), curah hujan 800 mm -1300 mm per tahun, tempat terbuka.
Kacang tanah tidak terlalu memilih jenis tanah. Pada tanah berat (heavvy clay/fine textured soil), kacang tanha masih dapat menghasilkan, jika pengolahan tanahnya dilakukan dengan baik. Tetapi, tanaman kacang tanah dapat tumbuh optimal pada tanah ringan (loamy sand, sandy loan, dan sandy clay) yang cukup mengandung unsur hara. Tanah ringan tersebut umumnya gembur sehingga emungkinkan akar tumbuh dengan baik, dan lebih banyak polong yang terbentuk (Fachruddin, 2000).
Kacang tanah masih mampu tumbuh dengan cukup baik pada tanah asam (pH 5,0), tetapi peka terhadap tanah basa. Keasaman tanah yang ideal bagi kacang tanah berkisar antara 6,0 – 7,0 (Fachruddin, 2000). Hal ini sesuai dengan keadaan lahan di lokasi praktikum, pH tanah di lokasi tersebut yaitu 6,8.
Suhu amat berpengaruh terhadap perkecambahan biji dan pertumbuhan awal. Pada suhu kurang dari 18oC, laju perkecambahan rendah. Pertumbuhan kacang tanah meningkat sejalan dengan peningkatan suhu dari 20oC menjadi 30oC (Fachruddin, 2000).
Tanaman yang ditumpangsarikan dalam lahan ini hampir sebagian besar tanaman semusim. Seperti, jagung, kacang tanah, bengkuang, talas, ketela pohon dan nanas. Sedangkan tanaman tahunan selain kelapa, hanya dijadikan sebagai tanaman penyeling dan tanaman pelindung. Namun, jarak tanam yang diterapkan dalam pertanaman tidak teratur. Sudah begitu, setelah melihat keadaan tanah di lokasi (terutama lahan jagung), akan dapat segera diketahui jika pengolahan tanah dilakukan dengan seadanya dan cenderung buruk, namun tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan jagung.
Setelah kami mendapatkan data analisis kelompok masing-masing, dibuatlah suatu transek gabungan yang menggambarkan keadaan vegetasi seluruh kelompok. Sehingga diperoleh data bahwa: intensitas penyinaran matahari berkisar antara 466 – 694 lux, dengan ketinggian tempat 0 – 5 mdpl, suhu udara berkisar antara 31o – 34oC, dengan kelembaban antra 63,4% - 70%. Sementara pH tanah di desa Wonoharjo berkisar antara 5,4 – 6,8.
Dalam data hasil anilisis transek vegetasi gabungan, diketahui bahwa tanaman ubi jalar dan jagung adalah tanaman semusim yang paling banyak dibudidayakan. Sedangkan tanaman tahunan yang paling mendominasi adalah tanaman kelapa dan kelapa gading.
Ubi jalar memiliki daya adaptasi yang luas terhadap lingkungan hidup sehingga dapat dibudidayakan pada berbagai jenis lahan, ketinggian tempat, dan tingkat kesuburan tanah yang berlainan. Oleh karena itu, tanaman ubi jalar mudah tersebar ke seluruh belahan bumi, terutama di daerah tropis. Di daerah subtropis, misalnya Indonesia, ubi jalar dapat tumbuh baik dan dapat memberkan hasil yang tinggi (Juanda, 2000).
Tanaman ubi jalar umumnya tidak menghendaki iklim yang basah (curah hujan tinggi) karna sistem perakaran ubi jalar tidak tahan terhadap genangan air. Curah hujan yang tinggi dan menyebabkan genanangan air tidak menguntungkan bagi pertumbuhan ubi jalar (Juanda, 2000). Sehingga, ubi jalar dapat tumbuh dengan baik di desa Wonoharjo, yang memiliki ketinggian tempat antara 0 – 5 m dpl dan dengan kisaran suhu antara 31oC – 34oC.
Sedangkan tanaman tahunan yang dominan yaitu kelapa dan kelapa gading. Kelapa gading merupakan salah satu variasi dari kelapa genjah (dwarf variety). Menurut Warisno (2003), tanaman kelapa genjah menghendaki keadaan suhu udara yang panas, dengan suhu rata-rata tahunan ±27oC. Pada masa pertumbuhan vegetatif, tanaman kelapa genjah menghendaki suhu minimal 21oC. Di bawah suhu 21oC, pertumbuhan tanaman tidak baik. Pada masa pertumbuhan buah, tanaman kelapa genjah memerlukan suhu rata-rata 25oC, dengan fluktuasi 5o – 7oC. Selain kisaran suhu tertentu, tanaman kelapa genjah menghendaki suhu udara yang merata. Tanaman ini sangat peka terhadap perubahan (fluktuasi) suhu yang sangat mencolok, yang dapat mengakibatkan penurunan hasil dan pertumbuhan buah yang jelek. Di Indonesia, tanaman kelapa paling banyak ditanam di daerah yang memiliki ketinggian kurang dari 200 m dpl. Tanaman kelapa hampir selalu diusahakan di daerah dataran rendah, misalnya di daerah pantai (pesisir).
Sebenarnya, daerah yang ideal bagi penanaman kelapa, baik kelapa genjah maupun kelapa dalam, adalah daerah dengan ketinggian antara 200 m -  600 m dpl. Namun ternyata, tanaman kelapa di dataran rendah (dengan ketinggian kurang dari 200 m dpl) dapat berbuah lebih cepat dan berproduksi lebih tinggi dengan kadar minyak yang tinggi (Warisno, 2003).

b.        Jaring Pangan
Dalam ekosistem yang kami amati, terdapat beberapa rantai makanan, yaitu peristiwa makan dan dimakan dengan urutan dan arah tertentu. Kumpulan dari berbagai rantai makanan tersebut membentuk suatu jaring pangan.
Di alam, makanan pastilah diperoleh dari suatu sumber. Dengan cara menelusurinya ke tingkat trofik yang lebih tinggi dan lebih rendah, kita dapat melihat di mana awalnya dan di mana akhirnya. Hasilnya adalah rantai makanan – peta jalur yang dilalui energi makanan saat berpindah dari satu spesies ke spesies lainnya (Burnie, 2005).
Awal suatu rantai makanan selalu dimulai dari tumbuhan. Dalam hal ini, tumbuhan berperan sebagai produsen. Artinya, penghasil makanan bagi makhluk hidup lainnya. Adapun hewan pemakan tumbuhan dan hewan lainnya dalam suatu rantai makanan dinamakan konsumen. Ada beberapa tingkatan dalam rantai makanan. Konsumen tingkat satu memakan produsen. Konsumen tingkat dua memakan konsumen tingkat satu. Konsumen tingkat tiga memakan konsumen tingkat dua, dan begitu seterusnya.
Dalam ekosistem, suatu organisme tidak hanya makan satu jenis makanan saja, dan juga dapat dimakan oleh beberapa jenis pemangsa. Oleh karena itu terjadi beberapa rantai makanan yang saling berhubungan. Sekumpulan rantai makanan yang saling berhubungan ini disebut dengan jaring-jaring makanan.
Menurut Burnie (2005), walaupun rantai-rantai makanan tunggal itu pendek, mereka biasanya berjumlah banyak. Rantai-rantai itu bersama-sama membentuk sebuah jaring makanan – suatu jaringan garis-garis yang bersilangan dan terkadang mirip peta kereta bawah tanah. Jika jaringnya lengkap, jaring tersebut menunjukan semua rute yang mungkin dilewati makanan pada keseluruhan suatu komunitas tumbuhan dan hewan.
Rantai makanan dan jaring-jaring makanan menunjukkan bahwa di alam tidak ada yang benar-benar sendirian. Bahkan di habitat-habitat yang paling sulit dijangkau sekalipun, makhluk-makhluk hidup saling mempengaruhi, dan juga berinteraksi dengan lingkungannya. Banyak di antara interaksi-interaksi itu yang sedemikian rumitnya sampai-sampai tidak peduli seberapa intensifnya diteliti, hasilnya tidak pernah dapat diprediksi.
Pada lahan yang diamati oleh kelompok 4, terdapat beberapa rantai makanan seperti:
1.      Rumput gajah → belalang → burung → ular
2.      Jagung → belalang → burung → ular
3.      Jagung → burung → ular
4.      Jagung → tikus → ular
5.      Kacang tanah → tikus → ular
Kemudian kelima rantai makanan tersebut digabungkan ke dalam suatu jaring pangan (gambar jaring pangan kelompok 4 terlampir).
Hewan yang menjadi konsumen tingkat pertama di wilayah tersebut yaitu belalang, burung dan tikus. Hewan-hewan tersebut, sebenarnya merupakan hama dalam pertanian ini.
Tikus menjadi hama persemaian, masa vegetatif, masa generatif, masa panen, hingga di penyimpanan. Tikus mempunyai sifat-sifat yang khusus sehingga merupakan hama yang cukup penting pada pertanaman padi. Sifat khusus tersebut di antaranya yaitu mempunyai preferensi makanan yang cukup banyak (padi segar, gabah, beras, ubi jalar, ketela pohon, jagung, kelapa, kacang tanah, kedelai dan kadang-kadang makan anak ayam). Tikus betina melahirkan anaknya menjelang masa panen. Sekali melahirkan 4 – 12 anak, jumlah anaknya tergantung dari kualitas makanan.dua hari setelah melahirkan, tikus betina sudah dapat berkopulasi lagi (Tjahjadi, 1989).
Tanda-tanda adanya serangan tikus : ada tikus, ada liang tikus, ada kotoran tikus, ada bekas jejak tikus dan adanya potongan-potongan tanaman yang bekas dirusak tikus. Tanda-tanda yang kami lihat di lokasi pada waktu praktikum yaitu lubang-lubang tikus dan bekas tanaman yang dirusak tikus.
Burung tidak pernah merugikan secara berarti dalam bidang pertanian, tetapi sebagian adapula yang merusak tanaman padi, jagung, kacang-kacangan, dan buah-buahan.
Burung gereja (Passer montanus, malaccensis) yang banyak terdapat di pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Membuat sarang di atap-atap rumah, dan sering makan padi yang akan dipanen (Tjahjadi, 1989).
Burung gelatik (Passa oryzivora) juga merusak tanaman padi, burung emprit (Munia leucogastroides) terkenal sebagai burung padi karena jika musim panen padi berpindah-pindah dari areal yang satu ke areal yang lain (Tjahjadi, 1989).
Hama belalang berpotensi menyerang pertanaman terutama padi dan jagung yang masih ada di sekitar kelompok belalang dan daerah lain yang masih dalam jangkauan migrasinya (Tjahjadi, 1989).
Beberapa jaring pangan yang diamati oleh masing-massing kelompok, digabungkan ke dalam suatu jaring pangan gabungan yang mencakup kesuluruhan wilayah desa Wonoharjo yang diamati.
Dalam jaring pangan gabungan, hewan yang menjadi konsumen tingkat pertama adalah lebah, ulat, tikus, burung, belalang, kupu-kupu, ayam, kepik, siput dan kambing. Dari kesemua hewan tersebut, yang merupakan binatang hama yaitu: ulat, belalang, kepik, tikus, burung dan siput. Sedangkan binatang lebah, kambing, ayam dan kupu-kupu tidak termasuk dalam binatang hama.
Kemudian hewan yang menjadi konsumen tingkat kedua antara lain: katak, burung, ayam dan laba-laba. Ayam dan burung, selain sebagai konsumen tingkat pertama juga sebagai konsumen tingkat kedua, karena ayam dan burung bukan hanya memakan tumbuhan saja namun juga memakan serangga-serangga kecil.
Hama serangga dan ulat sering menyebabkan kerusakan bagian tanaman terutama daun. Usaha pengendalian hama serangga dan ulat ini dengan penyemprotan pestisida kiranya sudah tepat. Namun, bila jenis pestisida yang kita gunakan tidak sesuai dengan peruntukannya, maka tidak akan memberikan dampak yang berarti bagi hama tersebut.demikian juga, jika kualitas pestisida yang digunakan sangat rendah, maka tidak akan efektif bila digunakan untuk mengendalikan suatu hama (Surachman dan Suryanto, 2007).
Siput atau bekicot merupakan hama yang berasal dari Afrika Timur atau Afrika Selatan. Binatang ini menyebar ke Indonesia melewati Malaysia antara tahun 1921-1930. Bekicot mencari makan pada malam hari (Pracaya, 1991).
Pada tanaman cabai, siput merupakan hama yang menyerang tanaman muda dan bagian tanaman yang masih muda. Biasanya menyerang dengan memakan daun atau ranting yang masih muda, dan terkadang juga memakan bunga cabai. Gejala serangan ditandai dengan patahnya ranting-ranting muda, dan dedaunan juga mengalami kerusakan (Warisno dan Dahana, 2010).
Konsumen tingkat puncak dalam jaring pangan gabungan ini adalah ular. Ular dalam ekosistem dapat membantu untuk mengendallikan hama sebagai musuh alaminya. Petani setempat biasanya memanfaatkan ular untuk mengendalikan hama pada tanaman padi.

c.         Wawancara dengan Petani
Untuk mendapatkan informasi tambahan seperti tekhnik budidaya, sistem dan pola tanam, kendala yang dihadapi dan berbagai hama yang menyerang tanaman, kami melakukan wawancara dengan petani atau pemilik lahan setempat.
Petani yang kami wawancarai ialah ibu Sireng, sedang nama si penyewa lahan adalah bapak Alimusa.
Menurut ibu Sireng, tanaman yang paling dominan ditanam di lahan tersebut adalah jagung dan kacang. Terkadang mereka juga menanam ubi jalar dan padi, namun saat kami berkunjung ke lahan, padi dan ubi sedang tidak ditanam.
Banyak kendala yang dihadapi di daerah tersebut seperti serangan hama uret yang menyerang tanaman dan kelapa, selain itu hama burung juga menimbulkan banyak kerugian. Kendala lain adalah menurunnya kesuburan tanah, menurut ibu Sireng kesuburan tanah sekitar lokasi menjadi kurang subur karena penanaman berulangkali dengan jenis tanaman yang sama.
Untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman, mereka menggunakan pupuk TSP dan ZA. Sedang kebutuhan air hanya mengandalkan persediaan air tanah, air hujan dan saluran (selokan dan got) sekitar lokasi.
Hasil panen masyarakat desa Wonoharjo sebagian besar digunakan untuk konsumsi sendiri, dijual ke tetangga atau daerah sekitar. Sedang benih yang digunakan berasal dari toko pertanian dan bantuan dari pemerintah.
Berdasarkan hasil wawancara kelompok 5 dengan petani bernama Bpk. Cipto, tanaman yang dibudidayakan di lahannya antaralain: kelapa, padi, ubi jalar dan singkong. Sedangkan jenis kelapa yang ditanam adalah kelapa hibrid.
Lahan yang digarap oleh bapak Cipto adalah tanah milik swasta, beliau hanya sebagai buruh tani. Berdasar keterangan bapak Cipto, lahan tersebut sebelumnya merupakan lahan budidaya kakao, namun sekarang digunakan sebagai lahan budidaya kelapa. Pupuk yang banyak digunakan adalah pupuk kimia.
Hasil dari ubi jalar dan singkong di daerah tersebut digunakan sebagai pakan ternak, karena rasanya yang pahit dan tidak enak untuk dikonsumsi. Sedanngkan tanaman kelapa diambil niranya untuk dijadikan gula merah.
Hambatan utama dalam budidaya kelapa di daerah itu adalah serangan hama kumbang. Sedangkan untuk tanaman ubi jalar dan ketela pohon hama yang menyerang umbi yaitu tikus dan belalang.
Kemudian berdasarkan hasil wawancara dari kelompok 2 rombongan 4 yang mewawancarai petani sadap bernama Bpk. Iman, diperoleh beberapa keterangan, diantaranya adalah bahwa lahan yang mereka (petani) garap bukanlah lahan pribadi, melainkan lahan pemerintah daerah yang disewa untuk diolah. Penyewaan lahan dilakukan kepada salah satu perusahaan yang ditunjuk oleh pemerintah, perusahaan tersebut ditunjuk dari hasil tender yang dilakukan, sehingga perusahaan yang dijadikan tempat penyewaan sering kali berubah sesuai dengan tender yang dilakukan dan mengakibatkan petani kesulitan dalam proses penyewaan.
Pak Iman, menyewa sepuluh batang pohon kelapa untuk disadap (tidak menyewa lahan). Sepuluh pohon yang disewa oleh petani mempunyai tarif sewaan sebanyak 13 kg gula kelapa setiap 2 (dua) minggu sekali. Bisa juga dengan uang seharga 13 kg gula kelapa yang sedang berlaku dipasar. Berbeda dengan itu, petani yang menyewa lahan untuk ditanami berbagai jenis tanaman pertanian, tarif yang dipatok oleh perusahaan pemenang tender berdasar luas lahan per bata (1 bata = 14 m2).
Tanaman atau vegetasi yang mendominasi yang ada dilahan observasi adalah kelapa, hal ini ditunjang dari jenis tanah yang relatif berpasir karena dekat dengan pantai.
Mayoritas petani tidak menggunakan varietas bersertifikat, bahkan untuk jagung yang ditanaman oleh salah satu petani, benih yang digunakan adalah benih pilihan yang didapat dari hasil panen dan telah dilakukan dalam beberapa generasi pertanaman tersebut, sehingga terlihat pertumbuhan dan jumlah biji pertongkol dari tanaman jagung tersebut sangat minim dan memprihatinkan.
Jika ibu Sireng dan Pak Cipto menggunakan pupuk kimia, di lahan ini petani sebagian besar menggunakan pupuk kandang. Hanya pada tanaman kacang tanah saja petani menggunakan pupuk kimia.







KESIMPULAN
A.    Analisis vegetasi
Berdasarkan hasil pengamatan, jenis tanaman dominan yang dibudidayakan di desa Wonoharjo, Parigi, Pangandaran adalah ubi jalar dan jagung.
Sementara kondisi wilayah sekitar desa tersebut tercatat sebagai berikut: intensitas penyinaran matahari berkisar antara 466 – 694 lux, dengan ketinggian tempat 0 – 5 mdpl, suhu udara berkisar antara 31o – 34oC, dengan kelembaban antra 63,4% - 70%. Sementara pH tanah di desa Wonoharjo berkisar antara 5,4 – 6,8.

B.     Jaring pangan
Pada lahan yang diamati oleh kelompok 4, terdapat beberapa rantai makanan seperti:
1.         Rumput gajah → belalang → burung → ular
2.         Jagung → belalang → burung → ular
3.         Jagung → burung → ular
4.         Jagung → tikus → ular
5.         Kacang tanah → tikus → ular
Hewan yang menjadi konsumen tingkat pertama di wilayah tersebut yaitu belalang, burung dan tikus. Hewan-hewan tersebut, sebenarnya merupakan hama dalam pertanian ini.
Dalam jaring pangan gabungan, hewan yang menjadi konsumen tingkat pertama adalah lebah, ulat, tikus, burung, belalang, kupu-kupu, ayam, kepik, siput dan kambing. Dari kesemua hewan tersebut, yang merupakan binatang hama yaitu: ulat, belalang, kepik, tikus, burung dan siput. Sedangkan binatang lebah, kambing, ayam dan kupu-kupu tidak termasuk dalam binatang hama.

C.     Wawancara dengan petani
Berdasar hasil wawancara, diperoleh info bahwa lahan yang mereka (petani) garap bukanlah lahan pribadi, melainkan lahan pemerintah daerah yang disewa untuk diolah. Penyewaan lahan dilakukan kepada salah satu perusahaan yang ditunjuk oleh pemerintah, perusahaan tersebut ditunjuk dari hasil tender yang dilakukan, sehingga perusahaan yang dijadikan tempat penyewaan sering kali berubah sesuai dengan tender yang dilakukan dan mengakibatkan petani kesulitan dalam proses penyewaan.





DAFTAR PUSTAKA

Aak. 1993. Jagung. Penerbit Kanisius : Yogyakarta
Burnie, David. 2005. Bengkel Ilmu: Ekologi. Penerbit Erlangga: Jakarta.
Ewusie, J. Yanney. 1990. Pengantar: Ekologi Tropika. Terjemahan oleh Usman Tanuwidjaja. ITB: Bandung.
Fachruddin, Lisdiana. 2000. Budidaya Kacang-kacangan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Juanda, Dede Js. dan Bambang Cahyono. 2000. Ubi Jalar : Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Leksono, Amin Setyo . 2007 . Ekologi: Pendekatan Deskriptif dan Kuantitatif. Bayumedia Publishing: Malang.
Pracaya, Ir. 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya: Depok.
Riberu, Paskalis. 2002. Pembelajaran Ekologi. Jurnal Pendidikan Penabur No. 01/tahunI/Maret 2002. Halaman 125-132.
Setyamidjaja, Djoehana. 1984. Bertanam Kelapa. Penerbit Kanisius : Yogyakarta
Surachman, Enceng dan Widada Agus Suryanto. Hama Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan : Masalah dan Solusinya. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Tjahjadi, Nur. 1989.  Hama dan Penyakit Tanaman. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Warisno dan Kres Dahana. 2010. Usaha dan Budidaya Cabai. Gramedia: Jakarta
Warisno. 2003. Budidaya Kelapa Genjah. Penerbit Kanisius: Yogyakarta