Dampak
Alih Fungsi Lahan Hutan Menjadi Lahan Perkebunan Kentang di Pegunungan Dieng
Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara
Hutan
merupakan salah satu sistem penggunaan lahan, berupa aneka pepohonan dan semak
sehingga membentuk tajuk berlapis. Hutan yang demikian mampu mempertahankan
tanah dari proses kerusakan akibat erosi. Penggunaan lahan untuk pepohonan yang
sejenis seringkali juga disebut hutan, misalnya hutan tanaman industri, hutan
pinus, hutan jati, hutan mahoni, dsb.
Pertanian adalah kegiatan
pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan
pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola
lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk
dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok
tanam (bahasa Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak
(raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan
bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe,
atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
Usaha pertanian diberi
nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu. Kehutanan adalah usaha tani
dengan subjek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah
liar atau liar (hutan). Peternakan menggunakan subjek hewan darat kering
(khususnya semua vertebrata kecuali ikan dan amfibia) atau serangga (misalnya
lebah). Perikanan memiliki subjek hewan perairan (termasuk amfibia dan semua non-vertebrata
air). Suatu usaha pertanian dapat melibatkan berbagai subjek ini bersama-sama
dengan alasan efisiensi dan peningkatan keuntungan. Pertimbangan akan
kelestarian lingkungan mengakibatkan aspek-aspek konservasi sumber daya alam
juga menjadi bagian dalam usaha pertanian.
Seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk dan perkembangan struktur perekonomian, kebutuhan lahan untuk kegiatan
pertanian cenderung meningkat. Kecenderungan tersebut menyebabkan alih fungsi
lahan hutan sulitdihindari. Pertumbuhan penduduk Indonesia saat ini mencapai
1,49%. Dengan pertumbuhan tetap saja, akan membawa konsekuensi kebutuhan beras
Indonesia pada 2035 mencapai 47,84 juta ton. Untuk memenuhi kebutuhan beras
tersebut, diperlukan penambahan 5,3 juta ha sawah baru dari 13 juta ha sawah
yang ada sekarang.Tingginya jumlah dan kepadatan penduduk membuat lingkungan
Pulau Jawa mengalami tekanan hebat. Lahan yang ada tidak mampu menyediakan
semua kebutuhan penduduk. Selain akan mengurangi kualitas hidup
penduduk,bencana lingkungan akibat ulah manusia, seperti banjir dan tanah
longsor, juga akan semakin sering terjadi.
Maraknya fenomena alih fungsi lahan
hutan seharusnya menjadi perhatian dari semua pihak. Sebagai contoh, data
terakhir dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Departemen
Pertanian menunjukkan bahwa sekitar 187.720 ha sawah beralih fungsi ke
penggunaan lain setiap tahunnya. Lebih mengkhawatirkan lagi, data dari
Direktorat Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional menjelaskan bahwa jika
arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ada pada saat ini tidak ditinjau
kembali, maka akan semakin banyak terjadi pengalihfungsikan lahan hutan menjadi
lahan pertanian. Sebenarnya berbagai kebijakan yang berkaitan dengan masalah
pengalihan fungsi lahan hutan sudah banyak dibuat.
Di Pegunungan Dieng,
Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara, sebagian penduduk mengalih fungsikan
hutan Dieng untuk dijadikan kebun dan tanah ladang/tegalan. Pengalihfungsikan
hutan ini bertujuan untuk pengembangan kebun kentang karena sebagian besar
masyarakat bekerja pada sektor pertanian. Faktor ekonomi sangat berpengaruh
terhadap perubahan penggunaan lahan yang terjadi. Peningkatan pendapatan masyarakat
merupakan alasan utama penduduk untuk mengalihfungsikan lahan hutan menjadi
tanah pertanian, semak belukar dan tanah ladang atau tegalan.
Pada umumnya penduduk
berpendapat bahwa produktivitas lahan akan meningkat apabila suatu lahan
dialihfungsikan untuk penggunaan lahan yang lainnya atau dengan menambah luas
lahan pertanian yang sebelumnya telah mereka usahakan. Tingginya ketergantungan
penduduk pada lahan pertanian menyebabkan seluruh kebutuhan hidupnya diarahkan
pada tingginya produktivitas lahan untuk mendapatkan hasil secara maksimal
tanpa memperhatikan pelestarian sumber daya lahan. Keadaan demikian menyebabkan
semakin cepatnya kerusakan lahan yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan
produktivitas lahan.
Yang terjadi di Pegunungan Dieng saat ini
adalah kerusakan lingkungan, apabila kerusakan tersebut meluas, maka akan
berimbas pada 17 kabupaten yang terletak di sekitarnya. Apabila musim hujan
tiba, tanah longsor terjadi di mana-mana. Hal ini terjadi karena pegunungan
Dieng saat ini menjadi seperti lahan tandus, nyaris tidak terdapat pohon besar
atau tanaman tahunan, hutan Dieng sudah dibabat habis demi tanaman kentang.
Sejauh mata memandang hanya dapat terlihat perkebunan kentang. Petani di Dieng
memang petani yang egois, mereka tidak mau tanaman kentang mereka mati atau
busuk karena adanya pohon tanaman lain di kebunnya.
Bisa dibayangkan
Pegunungan Dieng yang dulunya sangat subur dan hijau kini menjadi gundul karena
dipenuhi perkebunan kentang. Imbas yang sangat terasa yaitu pada wilayah sekitar
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Mrica. Setiap kali hujan, air yang
mengalir melalui Sungai Tulis yang kemudian masuk ke Bendungan Mrica bercampur
dengan lumpur. Bahkan, sudah ada empat desa tidak jauh dari PLTA Mrica yang
hilang karena sering kebanjiran. Penghuni desa-desa tersebut pindah mencari
tempat tinggal lain karena desa mereka berkali-kali menjadi langganan banjir.
Ketika banjir tiba, air
yang mengalir dari Dieng menuju Sungai Tulis berupa lumpur. Hal ini terjadi
karena hutan di bagian atasnya sudah habis atau gundul. Lebih dari 20 % kawasan
hutan dibabat untuk dijadikan perkebunan kentang. Tanaman kentang membuat tanah
di pegunungan rawan mengalami longsor karena hilangnya penahan air, padahal
hutan-hutan di Dieng dimanfaatkan sebagai kantong-kantong cadangan air.
Pada musim hujan sedikitnya ada
sekitar 4,5 juta ton lumpur yang terbawa dari Dieng ke Waduk Mrica. Waduk yang
airnya dimanfaatkan untuk pasokan listrik Jawa-Bali itu meluap dipenuhi lumpur.
Hal itu menghambat pengoperasian PLTA Mrica karena waduk dipenuhi endapan
lumpur. Untuk mengeruk lumpur tidaklah mudah karena biayanya cukup tinggi.
Kesimpulan dari uraian di atas
yaitu, pengalihfungsian lahan hutan Dieng menjadi lahan perkebunan kentang
memiliki dampak besar, diantaranya:
Dampak positif
- Meningkatkan kesejahteraan petani, masyarakat pegunungan yang semula mamanfaatkan hasil hutan sebagai mata pencaharian utama, setelah diperkenalkan tanaman kentang, kini beralih menjadi petani kentang, pendapatan mereka meningkat berkali lipat.
Dampak
negatif
- Hilangnya kantong cadangan air di hutan Dieng
- Terjadi longsor yang hebat apabila musim hujan tiba, tanah dari pegunungan ikut mengalir ke bawah bersama aliran sungai Tulis.
- Menghambat pengoperasian PLTA Mrica karena waduk dipenuhi endapan lumpur.
- Warga di 4 desa sekitar waduk Mrica memilih meninggalkan desanya karena menjadi langganan banjir. Banjir yang terjadi sangat mengerikan karena membawa muatan lumpur.
- Kerusakan yang lebih parah akan berimbas pada 17 kabupaten yang berada di sekitarnya.